Google
 
Kabar HIPPMIB Bersatu Jakarta

Jumat, 13 Februari 2009

PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN: Memicu kontroversi


JAKARTA -- Pro kontra film perempuan berkalung sorban (PBS) masih terus berlanjut. Bahkan kini Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) mendesak pemerintah untuk mencabut film tersebut dari peredaran. Pasalnya, film ini dinilai telah melecehkan nama pesantren.

Ketua Mejelis BKsPPI, Didin Hafidhuddin, menegaskan pihaknya merekomendasikan agar film PBS dicabut dari peredaran. Menurutnya film ini memberikan pecintraan buruk terhadap pesantren yang digambarkan seolah-olah pesantren mengungkung perempuan," tandasnya.

Permasalahan ini dibawa ke Ijtima Nasional BKsPPI menurut Didin didasarkan kepada banyaknya surat-surat, sms, dan fax dari pimpinan pondok pesantren tentang kondisi film tersebut. Ditambah lagi dengan maraknya pemberitaan negatif tentang film tersebut. "Ternyata semua itu sesuai dnegan kenyataannya," papar Didin.

Pendapat senada dilontarkan oleh, Ketua MUI Pusat, Kholil Ridwan. Menurutnya setelah ia menonton film tersebut, memang banyak ditemukan beberapa kejanggalan. "Apapun motivasi pembuatan film itu, tapi realita di layar kesannya memojokkan pesantren. Di sana digambarkan pesantren seolah-olah memenjarakan santri perempuan, hak-hak perempuan ditindas, dan suami bisa berbuat seenaknya terhadap istri. Bahkan disitu juga menggambarkan terbelakangnya pesantren yang membakar buku-buku, mereka mendiskriminasikan pondok pesantren," tandasnya.

Tak hanya itu, lanjut Kholil, pihaknya mempertanyakan mengapa dalam film tersebut menonjolkan buku 'Bumi Manusia' karya Pramoedya Ananta Tur, yang menulis buku di penjara, Pulau Buru. "Malah di film itu, pesantren diibaratkan sebuah penjara," paparnya.

Hal-hal tersebutlah yang mendasari BKsPPI untuk mendesak pemerintah segera menarik peredaran film tersebut yang diyakini pihaknya memberikan dampak yang buruk kepada masyarakat. "Kami minta pihak berwenang untuk menarik film itu," tegasnya.

Bahkan pihak BKsPPI meyakini upaya yang dilakukan pihaknya merupakan salah satu tindakan preventif akan adanya pembuatan film serupa. "Agar para produser mikir dalam membuat film. Atau jangan-jangan mereka memang punya misi, sengaja menjelek-jelekan Islam atau pesantren. Karena film itu merupakan salah satu media yang paling ampuh untuk propaganda tersebut," pungkas Kholil Ridwan

Tidak ada komentar: